Minggu, 18 Januari 2009

karyatulis

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tanah subur dan beragam sumber daya alam yang sangat melimpah dan bermanfaat bagi masyarakatnya dalam memanfaatkan lahan-lahan tersebut masyarakat banyak yang bermatapencaharian untuk bertani dan berkebun, oleh karena itu, nyaris semua etnis di Indonesia hingga sekarang masih merupakan masyarakat dengan kebudayaan agraris atau terpengaruh kuat oleh kebudayaan ini meskipun banyak yang telah berkecimpung di bidang industri dan jasa. Sehingga pemerintah Indonesia tergerak untuk menumbuhkan pabrik-pabrik untuk mengelola hasil dari pertanian dan perkebunan masyarakat.

Di Yogyakarta banyak terdapat pabrik-pabrik yang mengolah hasil perkebunannya untuk dijadikan bahan baku bagi pabrik-pabrik tersebut, salah satunya ialah Pabrik Gula Masukismo, pabrik gula Madukismo adalah salah satu pabrik gula tertua di tanah air yang didirikan sejak tahun 1955.

Selain sebagai negara agraris, Indonesia merupakan negara yang kaya akan beranekaragam objek wisata yang menarik untuk dijadikan objek wisata dan bahan untuk wawasan, keanekaragaman tersebut tersebar diseluruh bagian wilayah Indonesia, salah satu dari keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia adalah sebuah bangunan candi yang berdiri sekitar tahun 800 Masehi-an dan bangunan ini termasuk kedalam tujuh keajaiban dunia yaitu Candi Borobudur.

Borobudur yang menjadi keajaiban dunia menjulang tinggi di antara dataran rendah di sekelilingnya tidak akan pernah masuk akal mereka melihat karya seni terbesar yang merupakan hasil karya sangat mengagumkan dan menarik simpati orang-orang di dunia untuk mengunjunginya karena kemegahan dan arsitektur yang dimilikinya.

Maka dari itulah, SMA YAS Bandung pada tahun 2009 mengadakan kunjungan wisata tahunan ke Yogyakarta dan Jawa tengah, pemilihan objek tersebut diselenggarakan dengan pertimbangan bahwa objek studi ( kajian ) dan wisatanya lebih banyak.

Keterlibatan penulis membahas judul “Sistem Pengolahan Tanaman Tebu pada Pabrik Gula Madukismo dan Sejarah Pemugaran Borobudur” dikarenakan penulis ingin mengetahui lebih detail serta penulis ingin membuka pengalaman keilmuan yang lebih luas lagi.

1.2 Nama dan Tema

Nama dari kegiatan ini adalah “Kunjungan Studi Lapangan Kelas XII IA/IS SMA YAS BANDUNG ke Yogyakarta dan Jawa Tengah”, dan

Tema dari laporan kunjungan ini adalah “Sistem Pengolahan Tanaman Tebu di Pabrik Gula Madukismo dengan Sejarah Pemugaran Candi Borobudur”

1.3 Tujuan dan Manfaat

Secara umum kegiatan studi lapangan ini bertujuan :

  1. Menambah wawasan dan pengalaman keilmuan yang lebih luas bagi penulis.
  2. Mengenal objek wisata seni budaya dalam negri di luar entitas sunda.
  3. Mengetahui sejarah yang ditinggalkan oleh Nenek Moyang dahulu.
  4. Mengetahui sistem manajemen produksi di suatu perusahaan.
  5. Membiasakan keterampilan menulis laporan melalui prosedur penulisan karya tulis ilmiah yang benar.

1.4 Waktu dan Lokasi

Kegiatan studi lapangan ini diselenggarakan pada tanggal 14-17 Februari 2009, rencana kegiatan ini sebagai berikut :

15 Februari 2009

Ø Pukul 04.30 – 05.30 WIB Mesjid Agung Purworejo ;

Ø Pukul 08.30 – 11.00 WIB Candi Borobudut ;

Ø Pukul 11.45 – 12.00 WIB Salak Pondoh ;

Ø Pukul 14.00 – 15.13 WIB Museum Dirgantara ;

16 Februari 2009

Ø Pukul 08.20 – 10.30 WIB Pabrik Gula PT. Madukismo ;

Ø Pukul 11.00 – 12.00 WIB Kraton Yogyakarta ;

Ø Pukul16.45 – 20.00 WIB Malioboro ;

1.5 Sumber Data

Dalam penulisan laporan kunjungan ini penulis memperoleh sumber data dengan cara yaitu :

  1. Metode kepustakaan yaitu, metode dengan mengambil data dari bahan pustaka yang relevan dengan bahan penelitian.
  2. Metode observasi yaitu, metode dengan pengumpulan data secara langsung.
  3. Metode Media Massa yaitu, metode dengan pengumpulan data dari internet, brosur, majalah.

BAB II

SISTEM PENGOLAHAN TEBU

PADA PG MADUKISMO

2.1 Tinjauan Teori

2.1.1 Definisi Produksi

Produksi merupakan suatu kegiatan yang dikerjakan untuk menambah nilai guna suatu benda atau menciptakan benda baru sehingga lebih bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan. Kegiatan menambah daya guna suatu benda tanpa mengubah bentuknya dinamakan produksi jasa. Sedangkan kegiatan menambah daya guna suatu benda dengan mengubah sifat dan bentuknya dinamakan produksi barang. Produksi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia untuk mencapai kemakmuran. Kemakmuran dapat tercapai jika tersedia barang dan jasa dalam jumlah yang mencukupi.

2.1.2 Faktor-faktor Produksi

Faktor produksi adalah sumber daya yang digunakan dalam sebuah proses produksi barang dan jasa. Pada awalnya, faktor produksi dibagi menjadi empat kelompok, yaitu tenaga kerja, modal, sumber daya alam, dan kewirausahaan. Namun pada perkembangannya, faktor sumber daya alam diperluas cakupannya menjadi seluruh benda tangible, baik langsung dari alam maupun tidak, yang digunakan oleh perusahaan, yang kemudian disebut sebagai faktor fisik (physical resources). Selain itu, beberapa ahli juga menganggap sumber daya informasi sebagai sebuah faktor produksi mengingat semakin pentingnya peran informasi di era globalisasi ini.(Griffin R: 2006) Secara total, saat ini ada lima hal yang dianggap sebagai faktor produksi, yaitu tenaga kerja (labor), modal (capital), sumber daya fisik (physical resources), kewirausahaan (entrepreneurship), dan sumber daya informasi (information resources). Berikut faktor-faktor produksi :

1. Sumber daya fisik

Faktor produksi fisik ialah semua kekayaan yang terdapat di alam semesta dan barang mentah lainnya yang dapat digunakan dalam proses produksi. Faktor yang termasuk di dalamnya adalah tanah, air, dan bahan mentah (raw material).

2. Tenaga kerja

Tenaga kerja merupakan faktor produksi insani yang secara langsung maupun tidak langsung menjalankan kegiatan produksi. Faktor produksi tenaga kerja juga dikategorikan sebagai faktor produksi asli. Dalam faktor produksi tenaga kerja, terkandung unsur fisik, pikiran, serta kemampuan yang dimiliki oleh tenaga kerja. Oleh karena itu, tenaga kerja dapat dikelompokan berdasarkan kualitas (kemampuan dan keahlian) dan berdasarkan sifat kerjanya.

Berdasarkan kualitasnya, tenaga kerja dapat dibagi menjadi tenaga kerja terdidik, tenaga kerja terampil, dan tenaga kerja tidak terdidik dan tidak terlatih. Tenaga kerja terdidik adalah tenaga kerja yang memerlukan pendidikan tertentu sehingga memiliki keahlian di bidangnya, misalnya dokter, insinyur, akuntan, dan ahli hukum. Tenaga kerja terampil adalah tenaga kerja yang memerlukan kursus atau latihan bidang-bidang keterampilan tertentu sehingga terampil di bidangnya. Misalnya tukang listrik, montir, tukang las, dan sopir. Sementara itu, tenaga kerja tidak terdidik dan tidak terlatih adalah tenaga kerja yang tidak membutuhkan pendidikan dan latihan dalam menjalankan pekerjaannya. Misalnya tukang sapu, pemulung, dan lain-lain.

Berdasarkan sifat kerjanya, tenaga kerja dibagi menjadi tenaga kerja rohani dan tenaga kerja jasmani. Tenaga kerja rohani adalah tenaga kerja yang menggunakan pikiran, rasa, dan karsa. Misalnya guru, editor, konsultan, dan pengacara. Sementara itu, tenaga kerja jasmani adalah tenaga kerja yang menggunakan kekuatan fisik dalam kegiatan produksi. Misalnya tukang las, pengayuh becak, dan sopir.

3. Modal

Yang dimaksud dengan modal adalah barang-barang atau peralatan yang dapat digunakan untuk melakukan proses produksi. Modal dapat digolongkan berdasarkan sumbernya, bentuknya, berdasarkan pemilikan, serta berdasarkan sifatnya. Berdasarkan sumbernya, modal dapat dibagi menjadi dua: modal sendiri dan modal asing. Modal sendiri adalah modal yang berasal dari dalam perusahaan sendiri. Misalnya setoran dari pemilik perusahaan. Sementara itu, modal asing adalah modal yang bersumber dari luar perusahaan. Misalnya modal yang berupa pinjaman bank.

Berdasarkan bentuknya, modal dibagi menjadi modal konkret dan modal abstrak. Modal konkret adalah modal yang dapat dilihat secara nyata dalam proses produksi. Misalnya mesin, gedung, mobil, dan peralatan. Sedangkan yang dimaksud dengan modal abstrak adalah modal yang tidak memiliki bentuk nyata, tetapi mempunyai nilai bagi perusahaan. Misalnya hak paten, nama baik, dan hak merek.

Berdasarkan pemilikannya, modal dibagi menjadi modal individu dan modal masyarakat. Modal individu adalah modal yang sumbernya dari perorangan dan hasilnya menjadi sumber pendapatan bagi pemiliknya. Contohnya adalah rumah pribadi yang disewakan atau bunga tabungan di bank. Sedangkan yang dimaksud dengan modal masyarakat adalah modal yang dimiliki oeleh pemerintah dan digunakan untuk kepentingan umum dalam proses produksi. Contohnya adalah rumah sakit umum milik pemerintah, jalan, jembatan, atau pelabuhan.

Terakhir, modal dibagi berdasarkan sifatnya: modal tetap dan modal lancar. Modal tetap adalah jenis modal yang dapat digunakan secara berulang-ulang. Misalnya mesin-mesin dan bangunan pabrik. Sementara itu, yang dimaksud dengan modal lancar adalah modal yang habus digunakan dalam satu kali proses produksi. Misalnya, bahan-bahan baku.

4. Kewirausahaan

Faktor kewirausahaan adalah keahlian atau keterampilan yang digunakan seseorang dalam mengkoordinir faktor-faktor produksi untuk menghasilkan barang dan jasa. Sebanyak dan sebagus apa pun faktor produksi alam, tenaga manusia, serta modal yang dipergunakan dalam proses produksi, jika dikelola dengan tidak baik, hasilnya tidak akan maksimal.

5. Sumber daya informasi

Sumber daya informasi adalah seluruh data yang dibutuhkan perusahaan untuk menjalankan bisnisnya. Data ini bisa berupa ramalan kondisi pasar, pengetahuan yang dimiliki oleh karyawan, dan data-data ekonomi lainnya.

2.1.3 Sistem Pengolahan Tanaman Tebu dan Perluasan Lahan di PG Madukismo

A. Sistem Pengolahan Tanaman Tebu

PG. Madukismo telah melaksanakan penataan varietas secara intensif. Pabrik Gula di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tersebut aktif melaksanakan kegiatan ini sejak 3 tahun lalu. Penataan tersebut dilakukan bekerja sama dengan Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI), Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Jawa Timur dan Direktorat Perbenihan dan Sarana Produksi. Penataan varietas ternyata memberikan dampak signifikan terhadap aktivitas penggunaan bibit dan produksi hasil. Varietas yang ditanam di kebun bibit serta kebun tebu giling (KTG) yang di wilayah produksi PG Madukismo hampir seluruhnya telah menggunakan varietas bina.Adapun jenis varietas bina yang digunakan sebanyak 9 varietas yaitu PS 862 dan PSCO 902 untuk masak awal. PS 864, PS 921, PS 851 dan Kidang Kancana untuk masak tengah, dan Bululawang. Serta PS 951 dan PSJT 9433 untuk masak lambat.
Benih bina merupakan benih dari varietas unggul yang telah dilepas oleh Pemerintah. Untuk dapat dilepas, varietas tanaman yang diusulkan, baik oleh perseorangan, perusahaan atau lembaga penelitian, harus melewati sejumlah proses pengujian yang dilakukan oleh para peneliti yang memiliki lisensi. Kemudian hasil pengujian diajukan kepada tim penilai pelepasan varietas, pada Badan Benih Nasional. Tujuannya untuk mengetahui keunggulan daya hasil serta syarat agronomis agar dapat diperoleh hasil yang optimal dari varietas yang diusulkan. Sehingga benih dari varietas yang akan dilepas dapat dijamin kualitasnya.
Dampak lainnya dari penataan varietas di PG Madukismo adalah terhadap peningkatan rendemen. Berdasarkan data sementara rendemen giling harian terjadi peningkatan 0,5 % apabila dibandingkan dengan hasil rendemen rata-rata giling harian tahun 2007. Hal ini terkait dengan peningkatan penggunaan bibit tebu yang bermutu pada KTG yang dikelola oleh PG. Madukismo.
Dari seluruh varietas yang ditanam di kebun bibit milik PG Madukismo, ada beberapa varietas yang cukup diminati petani, yakni PS 862, Kidang Kencana, PSJT 941 dan Bululawang. Namun untuk varietas PS 864 secara bertahap dan berangsur-angsur akan dikurangi pemakaiannya karena ada kecenderungan varietas ini rentan terhadap penyakit Streakmosaik. PG Madukismo merupakan pemilik pabrik gula satu-satunya di Propinsi DIY. Untuk musim giling tahun 2008 PG Madukismo ditargetkan pencapaian produksi gula SHS I A sebanyak 40.416,9 ton. Sedangkan produksi alkhohol ditargetkan mencapai 7,5 juta liter (Kedaulatan Rakyat, 2008).

Secara umum pertanaman tebu di wilayah PG Maukismo didominasi oleh pasir geluhan (sandy loam) hingga tanah ringan berlempung dimana secara umum tersedia air. Masalah utama dalam tipologi lahan disekitar Madukismo adalah kelebihan air pada musim penghujan dan lambatnya lengas tanah turun pada musim kemarau. Sehingga tanaman tebu secara normal menjadi mundur umur kemasakannya.

Varietas : PS 862

Asal : Persilangan dari PS 57 x B 37173 pada tahun 1986

Sifat-sifat botanis:

  • Batang : - Ruas-ruas tersusun agak berbiku berbentuk konis dengan penampang melintang agak pipih sampai bulat, warna ruas hijau kekuningan,

lapisan lilin tebal mempengaruhi warna, ruas noda gabus retak, gabus dan retakan tumbuh tidak ada, alur mata tidak ada, buku ruas berbentuk silindris, mata akar terdiri dari 2-3 baris, baris paling atas tidak melewati puncak mata teras masif.

  • Daun : - helai dan berwarna hijau kekuningan, ukuran lebar daun sempit, ujung melengkung kurang dari setengah panjang helai daun, pada pelepah terdapat telinga dengan pertumbuhan sedang dan kedudukan tegak,
  • rambut pelepah tidak ada.
  • Mata : - terletak pada bekas pangkal pelepah daun, berbentuk bulat panjang, bagian terlebar pada tengah mata, titik tumbuh terletak di atas tengah mata, tepi sayap mata rata, tepi basal ada, rambut jambul tidak ada.

Sifat-sifat agrnomis:

  • Pertumbuhan :

- Perkecambahan sedang, berbunga jarang (sporadis), Pola kemasakan tengahan,

- Diameter batang sedang,

- Kerapatan batang sedang.

Potensi Produksi di Ekolokasi Unggulan :

Tanaman Pertama (PC) Lahan sawah :

- Hasil tebu 1027 - 1505 kuintal per hektar

- Rendemen 6.22 - 12.01 %

- Hasil hablur 65.3 - 135.5 kuintal per hektar

lahan tegalan

- Hasil tebu 563 - 1003 kuintal per hektar

- Rendemen 6.00 - 11.32 %

- Hasil hablur: 47.1 – 107.5 kuintal per hektar

Tanaman keprasan

- Hasil tebu 467 - 1149 kuintal per hektar

- Rendemen 6.87 - 11.72%

- Hasil hablur 32.1 - 129.7 kuintal per hektar

Ketahanan terhadap hama dan penyakit:

Hama : - Tahan terhadap serangan penggerek pucuk dan penggerek batang.

Penyakit : - Tahan terhadap mosaik dan blendok, tetapi peka terhadap penyakit

pokahbung.

Ketarangan:

Cocok untuk lahan sawah maupun lahan tegalan, dan dapat diusahakan dilahan sawah sesuai dengan tanah latosol beriklim D2 dan D3 tanah alluvial beriklim C2 dan D2. Populasi batang pada kisaran 75.000 - 80.000 batang/hektar dengan rata-rata tinggi batang mencapai 300 cm dengan bobot sekitar 1,3 – 1,5 kg/batang. Kualitas nira tergolong sedang dengan pol % nira pada kisaran 15 – 16% atau rendemen sekitar 8,5%. Walaupun memiliki banyak keunggulan, varietas ini juga tidak terlepas dari beberapa kelemahan seperti: disukai hama kutu perisai, tingkat kerebahannya tinggi, dan kurang respon terhadap perlakuan ZPK atau memerlukan dosis yang lebih tinggi dibanding varietas lain (Herman Riyanto, PT Gunung Madu Plantations)

USAHA INTENSIFIKASI TEBU LAHAN KERING

  1. Pemakaian Varietas Unggul dan Bibit Bermutu

- Tingkat produktivitas tinggi dengan titik berat bobot tebu.

- Mampu dikepras dengan tingkat produksi yang mantap.

- Bibit berasal dari KBD.

  1. Penggarapan Tanah dan Penanaman

- Tenaga manusia :cangkul, garpu, linggis dll

- Semi mekanis/sontop nardiyo : bajak, garu, kair, ditarik sapi/kerbau.

- Mekanis : bajak, garu/rotavator, kair, ditarik traktor.

Cara Penggarapan :

- Cukup dalam dan memecahkan lapisan kedap (sub soiler) 25-35 cm.

- Lahan miring > 15% dengan kaidah konservasi lahan (Budidaya lorong).

Cara Penanaman :

- Periode I (menjelang kemarau Mei – Agustus) pada daerah “basah” (7 bulan basah) dan “sedang” 95-6 bulan basah) atau tanah lembab “ngompol”.

- Periode II (menjelang penghujan Oktober – November) pada daerah “sedang” dan ‘kering” (3 - 4 bulan).

- Jumlah bibit 11 mata tumbuh per meter kairan (overlapping), bibit bagal 3 atau topstek ex KBD.

- Penanaman periode I penutupan bibit rapat cukup tebal dan dipadatkan.

- Bila terjasi kemarau panjang perlu pengolahan dalam dan tambahan mulsa.

  1. Pemupukan

Jenis pupuk

1. Pupuk kimia ZA, TSP, dan KCL

2. Pupuk organik blotong, kompos, abu ketel, pupul hijau, pupuk kandang, dsb.

Alternatif Pemupukan

Kategori

Alternatif I

(KU/Ha)

Alternatif II (KU/Ha)

Altenatif III (KU/Ha)

PG(baru)

ZA =8

Sp 36 =2

KCL =1

Kelai =4

ZA =3

-

-

-

Bongkar Ratoon

ZA =6

Sp36 =1

KCL =1

Madros =8

-

-

-

-

-

-

-

-

Ratoon

ZA =4

Sp =3

Madros =8

Rabok =15

ZA = 5

ZA =8

Sp 36 =2

KCL =1

Cara Pemupukan

Pemupukan I

ZA : 1/3 dosis dan seluruh TSP, KCL, diberikan pada saat tanam atau setelah tebu dikepras.

Tanaman Pertama (TRIT-I)

Diatur didasarkan kairan diikuti dan ditutupi tanah

Pemupukan II

ZA : 2/3 dosis, atau bisa diganti dengan Urea dengan dosis 50% dari dosis ZA, diberikan pada tebu berumur + 1,5 bulan, atau pada awal musim hujan.

Tanaman keprasan (TRIT-II)

Didahului pengolahan tanah dengan garpu (manusia) atau type ripper (traktor), pupuk ditabur dalam alucr dan ditutup tanah rapat.

Pada TRIT-I maupun TRIT-II ditabur dalam alur dan ditutup tanah rapat.

Pemanfaatan Air (hujan) Sesuai Kebutuhan Tanaman

- Memanfaatkan air hujan, dengan mengatur saat tanam yang tepat (Tanaman periode I atau periode II)

- Dari sumber air (sungai, sumur, waduk, dsb) dengan pompa air diutamakan saat perkecambahan dan pertunasan

- Got/saluran drainasa dibuat secara selektif sehingga tebu bebas dari genangan air

Pemeliharaan dan Perlindungan

- Sulaman, dilakukan pada umur 2 minggu, dengan bibit “sumpingan”, “seblangan” atau ”puteran.

- Bubut-kebruk, yaitu sekuruh leng dibubut kemudian tanah guludan dibalik/

- Bila tenaga manusia sulit, memakai herbisida : “gesapax 80-WP” 2 Kg Ha dan, 2,4-Diamine 1,5 liter/Ha, dilarutkan dalam 400 liter air.

- Disemprotkan merata seluruh leng dan guludan, 1 minggu setelah tanam dengan nozzle polijet biru.

- Pembumbuan dilakukan 2 kali.

- Kletek, dilaksanakan 2 kali saat umur 6 bulan dan 1-2 bulan tebang dengan sabit kletek.

- Hama penyakit, dilaksanakan swcara terpadu dengan cara budidaya, mekanis, kimiawi dan biologis, antara untuk hama ;

1. Penggerak Pucuk

2. Penggerak Batang

3. Uret

Tebang dan Angkut

- Dotebang pada kemasakan optimal

- Kadar kotoran tebu maksimal 5%

- Jangka waktu tebang sampai giling 36 jam

Pengolahan Hasil yang Efisien

Memperoleh gula yang terkandung dalam batang tebu dengan menekan serendah mungkin kehilangan kehilangan gula dalam proses di Pabrik Gula. Dengan memberlakukan SK No. TU 210/65/mentan/II/98 “Bagi petani atau kelompok tani yang tebunya digilingkan ke pabrik gula dengan sistem bagi hasil, memperoleh bagi hasil gula dan tetes sesuai dengan ketentuan dan kesepakatan yang berlaku.

Pengolahan Lahan Tebu

Terdapat 2 sistem pengolahan lahan bagi tanaman tebu :

- Sistem Bajak

- Sistem Reynoso

-

Ciri khas Reynoso

- Lahan yang diolah : sebagian

- Penerapan pada : tanah sawah

- Tenaga Kerja : tenaga manusia

- Prinsip sistem : membuat salir (drainase) dalam bentuk jaringan parit

1. Got Keliling

Dibuat : sekeliling lahan calon tebu

2. Got Mujur

Dibuat melintang tegak lurus terhadap arah kemiringan tanah, jarak antar got mujur adalah 50 – 125 meter

3. Got Malang

Dibuat searah dengan kemiringan tanah, jarak antar got malang 5 – 12,5 meter

Ukuran (dimensi) berbagai parit/got


Lbr. Atas

Lbr. Bawah

Dalam

Got Keliling

70 – 60 cm

40 – 50 cm

80 – 100 cm

Got Mujur

50 – 60 cm

40 – 50 cm

60 – 80 cm

Got Malang

50 cm

30 cm

40 – 60 cm

B. PG Madukismo Perluas Lahan

Pabik Gula Madukismo menargetkan luas lahan yang mereka miliki bisa mencapai 6.000 hektar dalam waktu tak lebih dari 10 tahun mendatang guna memenuhi kebutuhan gula di DI Yogyakarta. Bantul dan Purworejo, Jawa Tengah, menjadi dua wilayah sasaran.

Luas lahan tebu Madukismo yang sekarang baru 5.250 hektar masih sangat kurang untuk memenuhi kebutuhan gula di DIY yang mencapai 45.000 ton per musim giling. Musim giling sekarang hanya diprediksi mencapai 36.000 ton gula saja.

Bantul dan Purworejo potensial sebagai lahan baru. Selain pertimbangan jarak yang relatif terjangkau, di kedua wilayah itu, terutama Purworejo, juga masih tersedia lahan lumayan luas. Selama ini 70 persen areal tebu berada di wilayah DIY dan sisanya di Magelang, Kebumen, Temanggung, serta Sragen.

Demikian diungkapkan Direktur PT Madu Baru yang juga pengelola Pabrik Gula (PG) Madukismo Agus Siswanto, Kamis (9/8) di kantornya, bersama Kepala Bagian Teknik Putu Hariwangsa dan Seksi Limbah Untung Santosa.

"Kalau tercapai luas lahan 6.000 hektar, itu baru untuk memenuhi kebutuhan DIY. Selama ini DIY masih dipasok tebu dari kabupaten lain di Jawa Timur. Untuk mencapai target ini, kami melakukan banyak hal, termasuk optimalisasi alat," ujar Agus.

Hariwangsa menambahkan, perluasan lahan tebu per tahun mencapai 200-300 hektar. Pada 2006 luas lahan Madukismo adalah 4.889 hektar, namun bisa naik pada 2007, yakni 5.250 hektar. Hariwangsa optimistis dalam 10 tahun mendatang total luas lahan bisa 6.000 hektar. Proses tebu

Musim giling sekarang yang sudah menginjak waktu 86 hari atau separuh jalan ini telah memproses 282.000 ton tebu yang menghasilkan 17.580 ton gula. Diharapkan hingga akhir musim giling Maduksimo bisa menghasilkan produksi gula 36.000 ton.

Dalam kesempatan itu, menanggapi laporan bahwa abu hasil pengolahan tebu ada yang terbang sampai ke permukiman warga sekitar, selama tiga hari (Jumat-Minggu) kemarin, Agus menyampaikan permohonan maaf. Agus mengakui saat itu beban ketel pabrik gula berlebih.

Ini terjadi karena ketel pada pabrik spiritus milik Madukismo rusak sehingga kebutuhan kemudian disuplai dari ketel pabrik gula. "Beban pembakaran menjadi overload sehingga ada sedikit abu yang terbang. Namun, sekarang sudah tidak lagi," kata Hariwangsa. Abu itu, tambah Untung, tidak berdampak terhadap pencemaran lingkungan karena dari pembakaran bahan organik.

Yogyakarta, Kompas - Produktivitas tebu di DI Yogyakarta hanya bisa ditingkatkan dengan memperbesar rendemen tebu, sehingga diperlukan bibit tebu berkualitas unggul. Cara ini sebagai ganti perluasan perkebunan tebu yang sulit dilakukan karena keterbatasan lahan.

Empat tahun terakhir ini, angka rendemen tebu menunjukkan rata- rata melebihi enam, tetapi tidak pernah mencapai tujuh. "Yang paling mungkin adalah menaikkan rendemen, ya minimal tujuhlah, tetapi itu benihnya juga harus baik," ujar Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X, yang pernah menjadi Presiden Komisaris PG Madukismo itu, Kamis (9/3).

Gubernur mengatakan, persoalan yang sejak dulu dihadapi DIY dalam produksi gula adalah keterbatasan lahan untuk perkebunan tebu, sehingga area perkebunan tebu DIY yang digiling di PG Madukismo juga berada di Purworejo dan Borobudur. Selain itu, tambahnya, faktor kultur bertanam petani juga harus diperbaiki. Karena jika bibit unggul, tetapi cara bertanam tebu tidak optimal, maka produksinya juga akan rendah. Karena itu, peningkatan produktivitas gula paling mungkin dilakukan dengan penggantian bibit unggul, sehingga angka rendemennya tinggi. Dikatakan juga, rencana swasembada gula untuk tahun 2008, sebaiknya disertai dengan investasi pengadaan bibit unggul untuk perkebunan tebu rakyat oleh Dinas Perkebunan dan Kehutanan (Dishutbun).

Gubernur juga setuju jika DIY nantinya bisa memenuhi kebutuhan gula sendiri dan mengurangi ketergantungan gula impor, sehingga petani tebu diuntungkan dan mendapat proteksi harga oleh pemerintah. Meskipun demikian, diakui juga bahwa realisasi swasembada gula untuk DIY tidak mudah karena juga harus mempertimbangkan kapasitas giling PG Madukismo.

Dihubungi terpisah, Kepala Dishutbun DIY Sunardi mengatakan bahwa proyek percepatan DIY untuk mampu memenuhi kebutuhan gula sendiri, di antaranya akan dilakukan dengan pemberian bibit unggul serta reformasi bercocok tanam tebu. Ia juga mengakui bahwa mendapatkan lahan baru untuk perkebunan tebu di DIY bukan persoalan yang mudah

2.2 SEJARAH DAN PEMUGARAN CANDI BOROBUDUR

2.2.1 Sejarah Borobudur

Banyak buku – buku sejarah yang menuliskan tentang Candi Borobudur akan tetapi kapan Candi Borobudur itu di dirikan tidaklah dapat di ketahui secara pasti namun suatu perkiraan dapat di peroleh dengan tulisan singkat yang di pahatkan di atas pigura relief kaki asli Candi Borobudur ( Karwa Wibhangga ) menunjukan huruf sejenis dengan yang di dapatkan dari prasati di akhir abad ke – 8 sampai awal abad ke – 9 dari bukti – bukti tersebut dapat di tarik kesimpulan bahwa Candi Borobudur di dirikan sekitar tahun 800 M. Borobudur adalah nama sebuah candi Buddha yang terletak di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Lokasi candi adalah kurang lebih 100 km di sebelah barat daya Semarang dan 40 km di sebelah barat laut Yogyakarta. Candi ini didirikan oleh para penganut agama Buddha Mahayana sekitar tahun 800-an Masehi pada masa pemerintahan wangsa Syailendra.

2.2.2 Nama Borobudur

Banyak teori yang berusaha menjelaskan nama candi ini. Salah satunya menyatakan bahwa nama ini kemungkinan berasal dari kata Sambharabhudhara, yaitu artinya "gunung" (bhudara) di mana di lereng-lerengnya terletak teras-teras. Selain itu terdapat beberapa etimologi rakyat lainnya. Misalkan kata borobudur berasal dari ucapan "para Buddha" yang karena pergeseran bunyi menjadi borobudur. Penjelasan lain ialah bahwa nama ini berasal dari dua kata "bara" dan "beduhur". Kata bara konon berasal dari kata vihara, sementara ada pula penjelasan lain di mana bara berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya kompleks candi atau biara dan beduhur artinya ialah "tinggi", atau mengingatkan dalam bahasa Bali yang berarti "di atas". Jadi maksudnya ialah sebuah biara atau asrama yang berada di tanah tinggi.

Sejarawan J.G. de Casparis dalam disertasinya untuk mendapatkan gelar doktor pada 1950 berpendapat bahwa Borobudur adalah tempat pemujaan. Berdasarkan prasasti Karangtengah dan Kahulunan, Casparis memperkirakan, pendiri Borobudur adalah raja dari dinasti Syailendra bernama Samaratungga sekitar 824 M. Bangunan raksasa itu baru dapat diselesaikan pada masa putrinya, Ratu Pramudawardhani. Pembangunan Borobudur diperkirakan memakan waktu setengah abad.

2.2.3 Struktur Borobudur

Candi Borobudur berbentuk punden berundak, yang terdiri dari enam tingkat berbentuk bujur sangkar, tiga tingkat berbentuk bundar melingkar dan sebuah stupa utama sebagai puncaknya. Selain itu tersebar di semua tingkat-tingkatannya beberapa stupa.

Borobudur yang bertingkat sepuluh menggambarkan secara jelas filsafat mazhab Mahayana. bagaikan sebuah kitab, Borobudur menggambarkan sepuluh tingkatan Bodhisattva yang harus dilalui untuk mencapai kesempurnaan menjadi Buddha.

Bagian kaki Borobudur melambangkan Kamadhatu, yaitu dunia yang masih dikuasai oleh kama atau "nafsu rendah". Bagian ini sebagian besar tertutup oleh tumpukan batu yang diduga dibuat untuk memperkuat konstruksi candi. Pada bagian yang tertutup struktur tambahan ini terdapat 120 panel cerita Kammawibhangga. Sebagian kecil struktur tambahan itu disisihkan sehingga orang masih dapat melihat relief pada bagian ini.

Lantainya berbentuk persegi. Rupadhatu adalah dunia yang sudah dapat membebaskan diri dari nafsu, tetapi masih terikat oleh rupa dan bentuk. Tingkatan ini melambangkan alam antara yakni, antara alam bawah dan alam atas. Pada bagian Rupadhatu ini patung-patung Buddha terdapat pada ceruk-ceruk dinding di atas ballustrade atau selasar.

Mulai lantai kelima hingga ketujuh dindingnya tidak berelief. Tingkatan ini dinamakan Arupadhatu (yang berarti tidak berupa atau tidak berwujud). Denah lantai berbentuk lingkaran. Tingkatan ini melambangkan alam atas, di mana manusia sudah bebas dari segala keinginan dan ikatan bentuk dan rupa, namun belum mencapai nirwana. Patung-patung Buddha ditempatkan di dalam stupa yang ditutup berlubang-lubang seperti dalam kurungan. Dari luar patung-patung itu masih tampak samar-samar.

Tingkatan tertinggi yang menggambarkan ketiadaan wujud dilambangkan berupa stupa yang terbesar dan tertinggi. Stupa digambarkan polos tanpa lubang-lubang. Di dalam stupa terbesar ini pernah ditemukan patung Buddha yang tidak sempurna atau disebut juga unfinished Buddha, yang disalahsangkakan sebagai patung Adibuddha, padahal melalui penelitian lebih lanjut tidak pernah ada patung pada stupa utama, patung yang tidak selesai itu merupakan kesalahan pemahatnya pada jaman dahulu. menurut kepercayaan patung yang salah dalam proses pembuatannya memang tidak boleh dirusak. Penggalian arkeologi yang dilakukan di halaman candi ini menemukan banyak patung seperti ini.

Di masa lalu, beberapa patung Buddha bersama dengan 30 batu dengan relief, dua patung singa, beberapa batu berbentuk kala, tangga dan gerbang dikirimkan kepada Raja Thailand, Chulalongkorn yang mengunjungi Hindia Belanda (kini Indonesia) pada tahun 1896 sebagai hadiah dari pemerintah Hindia Belanda ketika itu.

Borobudur tidak memiliki ruang-ruang pemujaan seperti candi-candi lain. Yang ada ialah lorong-lorong panjang yang merupakan jalan sempit. Lorong-lorong dibatasi dinding mengelilingi candi tingkat demi tingkat. Di lorong-lorong inilah umat Buddha diperkirakan melakukan upacara berjalan kaki mengelilingi candi ke arah kanan. Bentuk bangunan tanpa ruangan dan struktur bertingkat-tingkat ini diduga merupakan perkembangan dari bentuk punden berundak, yang merupakan bentuk arsitektur asli dari masa prasejarah Indonesia. Struktur Borobudur bila dilihat dari atas membentuk struktur mandala.

Struktur Borobudur tidak memakai semen sama sekali, melainkan sistem interlock yaitu seperti balok-balok Lego yang bisa menempel tanpa lem.

A. Bangunan Candi Borobudur

a. Uraian Banguan Candi Borobudur

Candi Borobudur di bangun mengunakan batu Adhesit sebanyak 55.000 M3 bangunan Candi Borobudur berbentuk limas yang berundak – undak dengan tangga naik pada ke – 4 sisinya ( Utara, selatan, Timur Dan Barat ) pada Candi Borobudur tidak ada ruangan di mana orang tak bisa masuk melainkan bisa naik ke atas saja.

Lebar bangunan Candi Borobudur 123 M

Panjang bangunan Candi Borobudur 123 M

Pada sudut yang membelok 113 M

Dan tinggi bangunan Candi Borobudur 30.5 M

Pada kaki yang asli di di tutup oleh batu Adhesit sebanyak 12.750 M3 sebagai selasar undaknya. Candi Borobudur merupakan tiruan dari kehidupan pada alam semesta yang terbagi ke dalam tiga bagian besar di antaranya :

  1. Kamadhatu: Sama dengan alam bawah atau dunia hasrat dalam dunia ini manusia terikat pada hasrat bahkan di kusai oleh hasrat kemauan dan hawa nafsu, Relief – relief ini terdapat pada bagian kaki candi asli yang menggambarkan adegan – adegan Karmawibangga ialah yang melukiskan hukum sebab akibat.
  2. Rupadhatu: Sama dengan alam semesta antara dunia rupa dalam hal manusia telah meninggalkan segala urusan keduniawian dan meninggalkan hasrat dan kemauan bagian ini terdapat pada lorong satu sampai lorong empat
  3. Arupadhatu: Sama dengan alam atas atau dunia tanpa rupa yaitu tempat para dewa bagian ini terdapat pada teras bundar ingkat I, II, dan III beserta Stupa Induk.

b. Patung

Di dalam bangunan Budha terdapat patung – patung Budha berjumlah 504 buah diantaranya sebagai berikut:

Patung Budha yang terdapat pada relung – relung : 432 Buah, sedangkan pada teras – teras I, II, III berjumlah : 72 Buah, Jumlah : 504 Buah

Agar lebih jelas susunan – susunan patung Budha pada Budha sebagai berikut:

1

Langkah

I

Terdapat

104 Patung Budha

2

Langkah

II

Terdapat

104 Patung Budha

3

Langkah

III

Terdapat

88 Patung Budha

4

Langkah

IV

Terdapat

22 Patung Budha

5

Langkah

V

Terdapat

64 Patung Budha

6

Teras Bundar

I

Terdapat

32 Patung Budha

7

Teras Bundar

II

Terdapat

24 Patung Budha

8

Teras Bundar

III

Terdapat

16 Patung Budha


Jumlah



504 Patung Budha

Sekilas patung Budha itu tampak serupa semuanya namun sesunguhnya ada juga perbedaannya perbedaan yang sangat jelas dan juga yang membedakan satu sama lainya adalah dalam sikap tangannyayang di sebut Mudra dan merupakan ciri khas untuk setiap patung sikap tangan patung Budha di Candi Borobudur ada 6 macam hanya saja karena macam oleh karena macam mudra yang di miliki menghadap semua arah (Timur Selatan Barat dan Utara) pada bagian rupadhatu langkah V maupun pada bagian arupadhatu pada umumnya menggambarkan maksud yang sama maka jumlah mudra yang pokok ada 5 kelima mudra it adalah Bhumispara – Mudra Wara – Mudra, Dhayana – Mudra, Abhaya – Mudra, Dharma Cakra – Mudra.

c. Patung Singa

Pada Candi Borobudur selain patung Budha juga terdapat patung singa jumlah patung singa seharusnya tidak kurang dari 32 buah akan tetapi bila di hitung sekarang jumlahnya berkurang karena berbagai sebab satu satunya patung singa besar berada pada halaman sisi Barat yang juga menghadap ke barat seolah – olah sedang menjaga bangunan Candi Borobudur yang megah dan anggun.

d. Stupa

- Stupa Induk

Berukuran lebih besar dari stupa – stupa lainya dan terletak di tengah – tengah paling atas yang merupakan mhkota dari seluruh monumen bangunan Candi Borobudur, garis tengah Stupa induk + 9.90 M puncak yang tertinggi di sebut pinakel / Yasti Cikkara, terletak di atas Padmaganda dan juga trletak di garis Harmika.

- Stupa Berlubang / Terawang

Yang dimaksud stupa berlubang atau terawang ialah Stupa yang terdapat pada teras I, II, III di mana di dalamnya terdapat patung Budha.

Di Candi Borobudur jumlah stupa berlubang seluruhnya 72 Buah, stupa – stupa tersebut berada pada tingkat Arupadhatu

Teras I terdapat 32 Stupa

Teras II terdapat 24 Stupa

Teras III terdapat 16 Stupa

Jumlah 72 Stupa

- Stupa kecil

Stupa kecil berbentuk hampir sama dengan stupa yang lainya hanya saja perbedaannya yang menojol adalah ukurannya yang lebih kecil dari stupa yang lainya, seolah – olah menjadi hiasan bangunan Candi Borobudur keberadaanstupa ini menempati relung – relung pada langkah ke II saampai langkah ke V sedangkan pada langkah I berupa Keben dan sebagian berupa Stupa kecil jumlah stupa kecil ada 1472 Buah.

e. Relief

Relief Karmawibhangga bagian yang terlihat sekarang ini tidaklah sebagaimana bangunan aslinya karena alasan teknis maupun yang lainya maka candi di buatkan batu tambahan sebagai penutup. Relief Karmawibhanga yang terdapat pada bagian Kamadhatu berjumlah 160 buah pigura yang secara jelas menggambarkan tentang hawa nafsu dan kenikmatan serta akibat perbuatan dosa dan juga hukuman yang di terima tetapi ada juga perbuatan baik serta pahalanya.

Yang di perlihatkan pada relief – relief itu antara lain:

  • Gambaran mengenai mulut – mulut yang usil orang yang suka mabuk – mabukan perbuatan – perbuatan lain yang mengakibatkan suatu dosa.
  • Perbuatan terpuji, gambaran mengenai orang yang suka menolong Ziarah ke tempat suci bermurah hati kepada sesama dan lain – lain yang mengakibatkan orang mendapat ketentraman hidup dan dapat pahala

Di setiap tingkatan dipahat relief-relief pada dinding candi. Relief-relief ini dibaca sesuai arah jarum jam atau disebut mapradaksina dalam bahasa Jawa Kuna yang berasal dari bahasa Sansekerta daksina yang artinya ialah timur. Relief-relief ini bermacam-macam isi ceritanya, antara lain relief-relief cerita jātaka. Pembacaan cerita-cerita relief ini senantiasa dimulai, dan berakhir pada pintu gerbang sisi timur di setiap tingkatnya, mulainya di sebelah kiri dan berakhir di sebelah kanan pintu gerbang itu. Maka secara nyata bahwa sebelah timur adalah tangga naik yang sesungguhnya (utama) dan menuju puncak candi, artinya bahwa candi menghadap ke timur meskipun sisi-sisi lainnya serupa benar.

Adapun susunan dan pembagian relief cerita pada dinding dan pagar langkan candi adalah sebagai berikut.

Bagan Relief

Tingkat

Posisi/letak

Cerita Relief

Jumlah Pigura

Kaki candi asli

- -----

Karmawibhangga

160 pigura

Tingkat I

- dinding

a. Lalitawistara

120 pigura

-------

- -----

b. jataka/awadana

120 pigura

-------

- langkan

a. jataka/awadana

372 pigura

-------

- -----

b. jataka/awadana

128 pigura

Tingkat II

- dinding

Gandawyuha

128 pigura

--------

- langkan

jataka/awadana

100 pigura

Tingkat III

- dinding

Gandawyuha

88 pigura

--------

- langkan

Gandawyuha

88 pigura

Tingkat IV

- dinding

Gandawyuha

84 pigura

--------

- langkan

Gandawyuha

72 pigura

--------

Jumlah

--------

1460 pigura

Secara runtutan, maka cerita pada relief candi secara singkat bermakna sebagai berikut :

· Karmawibhangga

Sesuai dengan makna simbolis pada kaki candi, relief yang menghiasi dinding batur yang terselubung tersebut menggambarkan hukum karma. Deretan relief tersebut bukan merupakan cerita seri (serial), tetapi pada setiap pigura menggambarkan suatu cerita yang mempunyai korelasi sebab akibat. Relief tersebut tidak saja memberi gambaran terhadap perbuatan tercela manusia disertai dengan hukuman yang akan diperolehnya, tetapi juga perbuatan baik manusia dan pahala. Secara keseluruhan merupakan penggambaran kehidupan manusia dalam lingkaran lahir - hidup - mati (samsara) yang tidak pernah berakhir, dan oleh agama Buddha rantai tersebutlah yang akan diakhiri untuk menuju kesempurnaan.

· Lalitawistara

Merupakan penggambaran riwayat Sang Buddha dalam deretan relief-relief (tetapi bukan merupakan riwayat yang lengkap ) yang dimulai dari turunnya Sang Buddha dari sorga Tusita, dan berakhir dengan wejangan pertama di Taman Rusa dekat kota Banaras. Relief ini berderet dari tangga pada sisi sebelah selatan, setelah melampui deretan relief sebanyak 27 pigura yang dimulai dari tangga sisi timur. Ke-27 pigura tersebut menggambarkan kesibukan, baik di sorga maupun di dunia, sebagai persiapan untuk menyambut hadirnya penjelmaan terakhir Sang Bodhisattwa selaku calon Buddha. Relief tersebut menggambarkan lahirnya Sang Buddha di arcapada ini sebagai Pangeran Siddhartha, putra Raja Suddhodana dan Permaisuri Maya dari Negeri Kapilawastu. Relief tersebut berjumlah 120 pigura, yang berakhir dengan wejangan pertama, yang secara simbolis dinyatakan sebagai Pemutaran Roda Dharma, ajaran Sang Buddha di sebut dharma yang juga berarti "hukum", sedangkan dharma dilambangkan sebagai roda.

· Jataka dan Awadana

Jataka adalah cerita tentang Sang Buddha sebelum dilahirkan sebagai Pangeran Siddharta. Isinya merupakan pokok penonjolan perbuatan baik, yang membedakan Sang Bodhisattwa dari makhluk lain manapun juga. Sesungguhnya, pengumpulan jasa/perbuatan baik merupakan tahapan persiapan dalam usaha menuju ketingkat ke-Buddha-an.

Sedangkan Awadana, pada dasarnya hampir sama dengan Jataka akan tetapi pelakunya bukan Sang Bodhisattwa, melainkan orang lain dan ceritanya dihimpun dalam kitab Diwyawadana yang berarti perbuatan mulia kedewaan, dan kitab Awadanasataka atau seratus cerita Awadana. Pada relief candi Borobudur jataka dan awadana, diperlakukan sama, artinya keduanya terdapat dalam deretan yang sama tanpa dibedakan. Himpunan yang paling terkenal dari kehidupan Sang Bodhisattwa adalah Jatakamala atau untaian cerita Jataka, karya penyair Aryasura dan jang hidup dalam abad ke-4 Masehi.

· Gandawyuha

Merupakan deretan relief menghiasi dinding lorong ke-2,adalah cerita Sudhana yang berkelana tanpa mengenal lelah dalam usahanya mencari Pengetahuan Tertinggi tentang Kebenaran Sejati oleh Sudhana. Penggambarannya dalam 460 pigura didasarkan pada kitab suci Buddha Mahayana yang berjudul Gandawyuha, dan untuk bagian penutupnya berdasarkan cerita kitab lainnya yaitu Bhadracari.

B. Tahapan pembangunan Borobudur

· Tahap pertama

Masa pembangunan Borobudur tidak diketahui pasti (diperkirakan antara 750 dan 850 M). Pada awalnya dibangun tata susun bertingkat. Sepertinya dirancang sebagai piramida berundak. tetapi kemudian diubah. Sebagai bukti ada tata susun yang dibongkar.

· Tahap kedua

Pondasi Borobudur diperlebar, ditambah dengan dua undak persegi dan satu undak lingkaran yang langsung diberikan stupa induk besar.

· Tahap ketiga

Undak atas lingkaran dengan stupa induk besar dibongkar dan dihilangkan dan diganti tiga undak lingkaran. Stupa-stupa dibangun pada puncak undak-undak ini dengan satu stupa besar di tengahnya.

· Tahap keempat

Ada perubahan kecil seperti pembuatan relief perubahan tangga dan lengkung atas pintu.

2.2.4 Pemugaran Candi Borobudur

Pemugaran Candi Borobudur di mulai tanggal 10 Agustus 1973 prasati dimulainya pekerjaan pemugaran Candi Borobudur terletak di sebelah Barat Laut Menghadap ke timur karyawan pemugaran tidak kurang dari 600 orang diantaranya ada tenaga – tenaga muda lulusan SMA dan SIM bangunan yang memang diberikan pendidikan khususnya mengenai teori dan praktek dalam bidang Chemika Arkeologi ( CA ) dan Teknologi Arkeologi ( TA ) Teknologi Arkeologi bertugas membongkar dan memasang batu - batu Candi Borobudur sedangkan Chemika Arkeologi bertugas membersihkan serta memperbaiki batu – batu yang sudah retak dan pecah, pekerjaan – pekerjan di atas bersifat arkeologi semua di tangani oleh badan pemugaran Candi Borobudur, sedangkan pekerjaan yang bersifat teknis seperti penyediaan transportasi pengadaaan bahan – bahan bangunan di tangani oleh kontraktor (PT NIDYA KARYA dan THE CONTRUCTION AND DEVELOPMENT CORPORATION OF THE FILIPINE).

Bagian – bagian Candi Borobudur yang di pugar ialah bagian Rupadhatu yaitu tempat tingkat dari bawah yang berbentuk bujur sangkar sedangkan kaki Candi Borobudur serta teras I, II, III dan stupa induk ikut di pugar pemugaran selesai pada tanggal 23 Februari 1983 M di bawah pimpinan DR Soekmono dengan di tandai sebuah batu prasati seberat + 20 Ton. Prasasti peresmian selesainya pemugaran berada di halaman barat dengan batu yang sangat besar di buatkan dengan dua bagian satu menghadap ke utara satu lagi menghadap ke timur penulisan dalam prasasti tersebut di tangani langsung oleh tenaga yang ahli dan terampil dari Yogyakarta yang bekerja pada proyek pemugaran Candi Borobudur.

2.2.5 Ikhtisar waktu proses pemugaran Candi Borobudur

  • 1814 - Sir Thomas Stamford Raffles, Gubernur Jenderal Britania Raya di Jawa, mendengar adanya penemuan benda purbakala di desa Borobudur. Raffles memerintahkan H.C. Cornelius untuk menyelidiki lokasi penemuan, berupa bukit yang dipenuhi semak belukar.
  • 1873 - monografi pertama tentang candi diterbitkan.
  • 1900 - pemerintahan Hindia Belanda menetapkan sebuah panitia pemugaran dan perawatan candi Borobudur.
  • 1963 - pemerintah Indonesia mengeluarkan surat keputusan untuk memugar Borobudur, tapi berantakan setelah terjadi peristiwa G-30-S.
  • 1968 - pada konferensi-15 di Perancis, UNESCO setuju untuk memberi bantuan untuk menyelamatkan Borobudur.
  • 1971 - pemerintah Indonesia membentuk badan pemugaran Borobudur yang diketuai Prof.Ir.Roosseno.
  • 1972 - International Consultative Committee dibentuk dengan melibatkan berbagai negara dan Roosseno sebagai ketuanya. Komite yang disponsori UNESCO menyediakan 5 juta dolar Amerika Serikat dari biaya pemugaran 7.750 juta dolar Amerika Serikat. Sisanya ditanggung Indonesia.
  • 21 Januari 1985 - terjadi serangan bom yang merusakkan beberapa stupa pada Candi Borobudur yang kemudian segera diperbaiki kembali. Serangan dilakukan oleh kelompok Islam ekstrem yang dipimpin Habib Husein Ali Alhabsyi.




BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sebagai hasil ringkasan yang penulis susun pada BAB II dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Nilai jual kota ini memang cukup besar. Selain memiliki alam yang indah, kekayaan sejarah , kebudayaan, adat istiadat, dan kesenian tradisionalnya masih dapat dijaga dengan baik.

2. Kegiatan produksi dalam pencapaian hasil yang optimal dibutuhkan SDA yang berkualitas oleh karena itu, PG Madukismo mengelola tenaga kerja yang mengedepankan profesionalisme untuk memenuhi kebutuhan produksi.

3. Pabrik Gula Madukismo melimpahkan wewenang dan tanggung jawab kepada tenaga kerja sesuai dengan kemampuannya untuk bertanggungjawab pada setiap bidangnya.

4. Selain industri gula, Yogya juga memiliki objek wisata Borobudur yang merupakan salah satu tujuh keajaiban dunia yang dapat menunjang devisa negara di bidang wisata.

3.2 Saran

Dengan tidak mengurangi rasa hormat penulis mengajukan beberapa saran antara lain :

1. Berharap dalam kegiatan study lapangan, lanjutan kegiatannya menjadi lebih lengkap dan lebih baik dari tahun ini.

2. Pembuatan karya tulis agar tidak ditekankan khusus kelas XII, tapi sebagai proses pembelajaran juga diberikan kepada kelas X dan kelas XI.

3. Untuk pelaksanaan kegiatan study lapangan dan pembuatan karya tulis pada tahun nanti diharapkan dilaksanakan pada kelas XI, supaya tidak mengganggu kegiatan di kelas XII nanti seperti kegiatan pemantapan untuk menghadapi Ujian Nasional.